Minggu, 30 Oktober 2011

Pancasila Sakti



PANCASILA DIANGGAP SAKTI

Sakti memiliki makna tidak terkalahkan, tidak dapat ditaklukkan. Sakti biasanya menjadi predikat bagi seseorang yang memiliki suatu kekuatan tertentu, baik fisik maupun non fisik, sehingga tidak akan terkena segala macam senjata baik senjata tajam maupun senjata yang tidak nampak. Dalam bahasa Jawa terdapat ungkapan; “ Ora tedas tapak paluning pande, sisaning gurendo,” menggambarkan seorang yang tidak akan terlukai oleh senjata apapun. Sakti merupakan kekuatan yang bersifat kemampuan bertahan diri dari segala macam ancaman dan gangguan, memiliki kekuatan yang sah, memiliki alasan kuat, benar atau adil, dapat diterapkan pada tempatnya, dapat mengerjakan atau menyelesaikan hal yang dirancang, mampu menjangkau masa depan.
Pancasila bagi sebagian besar kalangan, terutama kaum intelektual, masih cukup besar. Walau pada decade terakhir, Pancasila seakan kehilangan “trah”-nya, namun ia masih melekat kuat
sebagai sesuatu yang bernilai untuk ditinggalkan begitu saja. Bahkan, bagi kita
yang masih memiliki nasionalisme Indonesia yang kuat, mempertahankan Pancasila
sebagai bagian dari eksistensi negara adalah harga mati. Penetapan dan
peringatan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila adalah salah satu penanda
bagi “lestari”-nya Pancasila di hati bangsa Indonesia. Namun, adalah hal yang
wajar bila terbesit sebuah pertanyaan, benarkah Pancasila itu sakti? Apakah
standar penetapan Pancasila sebagai sesuatu yang sakti dapat diterima secara
nalar keilmuan dan moralitas? Perlukah kesaktian bagi sebuah ideologi seperti
Pancasila? Dan seterusnya, dan lain sebagainya.


 Hakekatnya, Pancasila dipandang dan diletakkan sebagai suatu idealisme atau
sesuatu keadaan ideal bagi sebuah tatanan kemasyarakatan bangsa Indonesia. Ia
kemudian diadopsi menjadi sebuah ideologi negara yang secara kontekstual akan
menjadi acuan ideologis bagi setiap elemen penyelenggara negara, yakni
pemerintah dengan semua perangkat-perangkatnya yang tergabung dalam eksekutif,
yudikatif, dan legislatif; dan juga elemen masyarakat seluruhnya. Dalam bahasa
lain, Pancasila biasanya disebut sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, yang
lebih berkonotasi sebagai pandangan dan pegangan hidup berbangsa dan bernegara.
Sampai pada titik ini, hampir tidak ada persoalan yang ditemukan pada Pancasila.

Pancasila dianggap sakti dikarenakan tidak ada satu orangpun yang boleh mengubah dan mangganti dari isi yang telah tercantum dalam pancasila. Selain itu, karena pancasila itu sendiri dijadikan sebagai dasar negara/pondasi yang penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang bermula dari pandangan hidup bangsa dan nilai-nilai murni/falsafah bangsa Indonesia dan menjadikan ciri dari bangsa Indonesia itu sendiri. Pancasila juga di buat untuk memudahkan rakyat indonesia agar terhindar dari perbuatan yang dilarang agama.
Pancasila adalah pedoman yang kuat dan pasti, karena adanya pancasila ada juga hukum-hukum yang mengatur negara, dan mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku menjadi satu kesatuan. Pancasila dapat membuat rasa menghargi sesama manusia dan saling tolong menolong antar manusia. Tidak hanya kepada manusia, pancasila juga dapat membuat bertambahnya keyakinan kepada Tuhan. Dan karena isi dari pancasila itu sendiri yang mencakup semua hubungan manusia dengan sesama dan manusia dengan Tuhan lah yang membuat Pancasila dianggap hal yang sakti, karena dengan memahami Pancasila kita akan menjadi pribadi yang siap berhadapan dengan sesama dan takut kepada Tuhannya.
1 Oktober di Indonesia diperingati sebagai hari kesaktian pancasila. Peringatan Kesaktian Pancasila ini berakar pada sebuah peristiwa tanggal 30 September 1965. Konon, ini adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Oleh pemerintah Indonesia, pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Hari itu, enam orang Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun konon berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan.
Pancasila secara de yure dan de facto memang merupakan dasar negara Republik Indonesia resmi. Beberapa dokumen penetapannya ialah :
• Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945
• Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
• Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
• Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
• Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
1. untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
2. untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan) guna mencapai samadi.
3. untuk tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga) guna mencapai samadi.
4. untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar / berbohong, berdusta, fitnah, omong-kosong (nilai kejujuran) guna mencapai samadi.
5. untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan
Jadi banyak yang mengutarakan pendapat bahwa kemunculan peringatan Kesaktian Pancasila disebabkan oleh gagalnya misi kaum Komunis mengganti dasar negara Indonesia. Karena kegagalan itulah selanjutnya Pancasila dianggap sakti, atau justru Pancasila kemudian disebut  sakral dan dianggap sakti. Dan dari kejadiam ini terbukti bahwa Pancasila dapat menumbuhkan rasa persatuan yang tinggi dalam mengusir penjajah.
Untuk mengenang jasa para pahlawan Pancasila, bansa Indonesia juga membangun monument Pancasila Sakti di Jakarta Timur, dan di dalamnya tedapat patung yang berpengaruh pada saat G30SPKI.
Kesimpulan
Pancasila dianggap sakti karena tidak ada satu orangpun yang boleh mengubah dan mangganti dari isi yang telah tercantum dalam pancasila. Selain itu, karena pancasila itu sendiri dijadikan sebagai dasar negara/pondasi yang penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang bermula dari pandangan hidup bangsa dan nilai-nilai murni/falsafah bangsa Indonesia.

Pancasila itu harus diperlukan bukan sekedar sebagai ideologi politik, melainkan juga sebagai nilai budaya inti (core value) yang menjiwai kehidupan dan berfungsi sebagai motor serta simbol pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk Indonesia yang sedang mengalami perkembangan. Sebagai perangkat nilai inti, Pancasila tidak hanya akan berfungsi sebagai kerangka acuan bagi segenap warganegara dalam menghadapi tantangan, malainkan juga sebagai kendali yang mengikat arah perkembangan kebudayaan agar tidak terlepas dari akarnya. Sementara itu sebagi simbol pengikat persatuan, Pancasila yang terwujud sebagai konfigurasi perangkat nilai budaya inti yang diyakini kebenarannya sebagai acuan bersama, mempunyai kekuatan integratif dalam masyarakat majemuk yang mempunyai anekaragam latar belakang kebudayaan. Oleh karena itu ia harus diwujudkan secara nyata dalam pengembangan kebudayaan bangsa yang akan berfungsi sebagai acuan bagi masyarakat dalam menyelenggarakan kehidupan sehari-hari maupun dalam menggapai tantangan kemajuan.

Mengingat arti pentingnya Pancasila sebagai kerangka acuan yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, ia harus “dilestarikan” secara aktif melalui proses pendidikan dalam arti luas. Nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh (integrated whole) harus diutamakan dan dikukuhkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan bukannya untuk dihafalkan unsur-unsurnya secara lepas, apabila dipuja-puja sebagai sesuatu yang sakti. Perlakuan nilai-nilai inti Pancasila secara lepas hanya akan memicu fanatisme dan memancing konflik sosial, politik dan kebudayaan yang semakin tajam dikalangan masyarakat majemuk yang cenderung memilih pengutamaan salah satu nilai inti sebagai simbol integratif kelompok sosial masing-masing. Sementara itu pemuja Pancasila sebagai rumusan ethos budaya bangsa yang sakti atau sakral, hanya akan menambah jauh nilai-nilai budaya inti dari kehidupan nyata para pendukungnya. Oleh karena itu Pancasila harus diterjemahkan sebagai kerangka acuan bagi perkembangan pranata sosial dan pengembangan sikap serta pola tingkah laku masyarakat dalam menghadapi tantangan hidup yang penuh dinamika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar