“Kerusakan
Lingkungan Hidup Akibat Limbah Industri”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengalaman beberapa
negara berkembang khususnya negara-negara latin yang cendrung memakai teknologi
dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk
pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan.
Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya
dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor atau
pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang
pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai
berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang
digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan
industri, searah dengan pemikiran yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era
globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris
dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di
negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan
pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan
penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai
jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai
produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan
lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan
berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa)
negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek
dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan
terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang
dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya
sehari-hari.
Pengertian dan persepsi
yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak
harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup.Akibatnya seringkali terjadi
kekurang tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru
menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian
tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan :
1) Bagaimana
kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan
2) Bagaimana
klasifikasi pencemaran lingkungan, dan
3) Bagaimana
menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep-Konsep Untuk
Memahami Masalah Lingkungan Dan Pencemaran Oleh Industri
Seringkali ditemukan
pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena
permasalahannya yang bersamaan.Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah
hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya.Ilmu tentang
hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut
ekologi.
Lingkungan hidup adalah
sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Dari definisi diatas
tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan
lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan,
papan dan lain-lain.Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam
ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai
sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat
berbagai sumber daya alam.yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya
berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
·
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
(renewable natural resources)
·
Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable natural resources).
Berbagai sumber daya
alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling
berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula.Sesuai dengan kepentingannya
maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a).fisiokimia seperti air, udara,
tanah, dan sebagainya, (b). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan
sebagainya, dan (c). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan,
adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen
lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan
siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan
hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses
adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi
lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup
yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, sifat
lingkungan hidup dikategorikan atas dasar : (1). Jenis dan jumlah masing-masing
jenis unsur lingkungan hidup tersebut, (2). hubungan atau interaksi antara
unsur dalam lingkungan hidup tersebut, (3). kelakuan atau kondisi unsur
lingkungan hidup, dan (4). faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan
kebisingan.
Manusia berinteraksi
dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan
hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia
dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi
perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat
menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama
terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap
kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh
manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon
monoksida).
Berkaitan dengan
paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu
lingkungan hidupnya. Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang
mengartikan dan mempersepsikannya secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu
lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan
tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor
alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa
sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak
dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar
ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup
makhluk hidup.
B. INDUSTRI DAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Jika kita ingin
menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan
persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup.Pengelolaan lingkungan hidup
dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki
mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan
sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki
kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati
ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan
rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat
menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang
baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian,
pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap “survival”.
Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini, tetapi
peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan,
teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan
manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi
kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu
menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka
kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan
mengancam kelangsungan hidup manusia.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi
dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil
penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu
bangsa.
Dari berbagai tantangan
yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu
benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival”
yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan
kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil,
yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur
dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam
kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang
diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan
hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat
suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga
menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi juga memberi
rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai
kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC),
berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk
yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro
ethylenepolymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya
lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan
negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan
kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan
berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak
hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis
fauna yang langka.
Bahkan akibat kemajuan
teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara
miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang
tidak memiliki batas ruang.Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses
dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang
diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika
ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh negara
maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya
negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
Kasus Indonesia memang
negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan
dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih
terbelakang. Menurut PECC dalam laporannya berjudul “Pacific Science and
Technology Profit, menyimpulkan bahwa Indonesia dari segi pengeluaran R&D
(Research and Design) sebagai persentase PDB, tergolong masih sangat kurang.
Selanjutnya, dipaparkan
bahwa Indonesia bersama dengan Filipina berada di peringkat terbawah,
yaitu sekitar 0,12 persen saja untuk tahun 1987. Sedangkan Malaysia, Singapura
dan Cina persentasenya mendekati 1 persen, di Korea mendekati 2 %, bahkan
Amerika dan Jepang jauh diatas 2 persen.
Dari segi jumlah ilmuwan
dan insiyur, Indonesia juga berada pada peringkat terbawah, yaitu hanya 4 orang
per 10.000, dibandingkan dengan 15 orang di Korea, 18 orang di Taiwan, 23 orang
di Singapura, 34 orang di Jepang dan 40 orang di Amerika. Berdasarkan data
perbandingan tersebut, indikasi kebijaksanaan harus menitikberatkan perhatian
yang lebih bagi upaya untuk mengkreasi penemuan-penemuan teknologi, melalui
tahapan mempelajari proses akuisisi dan peningkatkan kemampuan teknologi yang
telah dikuasai.
Seperti pengalaman
negara-negara lain yang telah melalui berbagai tahapan pembangunan sampai
pada tahap industrialisasi, maka Indonesia juga mengandalkan teknologi dalam
industrinya untuk memelihara momentum pembangunan ekonomi dengan tingkat
pertumbuhan diatas 5 % pertahunnya
Masuknya teknologi ke
Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang
diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten
(Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right), maka banyak
perusahaan multinasional dan asing yang menggunakan, memakai dan mengembangkan
teknologi dalam menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal merebaknya
teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science agreement,
(b). technical assistance and cooperation, (c). turnkey project, (d). foreign
direct investment, dan (e). purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity
participation dalam rangka joint operation agreement, know – how agreement,
kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai lokakarya.
Sebagai salah satu
negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan pembangunan,
maka Indonesia seringkali “dicurigai” melakukan eksploitasi sumber alamnya
secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya tingkat
kebutuhan industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan berskala
besar.
Berdasarkan hasil studi
empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath pada tahun 1987, diperkirakan bahwa
akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya
telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan
kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan
terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.
Masalah prioritas model
teknologi (iptek) apakah kompetitif (competitive) atau komparatif
(comparative), teknokrat yang diwakili Widjojo Nitisastro cs dan Sumitro
Djojohadikusumo, mengurutnya atas dasar teknik Delphi. Sedangkan B. J. Habibie
(Dewan Riset Nasional) merangkainya dengan konsep matriks.
Terlepas dari berbagai
keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri
di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan
peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang
berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhoksumawe, Medan, dan
sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami
peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan
walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat
industrinya.
Berkaitan dengan
pernyataan tersebut dapat dicatat keadaan lingkungan di beberapa kota di
Indonesia, yaitu :
·
Terjadinya penurunan kualitas air
permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
·
Konsentrasi bahan pencemar yang
berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam,
pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
·
Kelangkaan air tawar semakin terasa,
khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi
banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi
ekosistemnya yang telah rusak.
·
Temperatur udara maksimal dan minimal
sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti
Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
·
Terjadi peningkatan konsentrasi
pencemaran udara seperti CO, NO2 SO2, dan debu.
·
Sumber daya alam yang dimiliki bangsa
Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batubara yang
diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
·
Luas hutan Indonesia semakin sempit
akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana
kebakaran.
·
Kondisi hara tanah semakin tidak subur,
dan lahan pertanian semakin memyempit dan mengalami pencemaran.
Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran
lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982,
yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi
berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang
panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : Sumber
perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah
berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya
fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat
diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya :
a) pengelompokan
menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi,
fisik, dan budaya
b) menurut medium
lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan
sosial
c)pengelompokan menurut
sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder
Namun apapun
klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi
kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan
masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
Menyikapi Pencemaran
Lingkungan
Konferensi PBB tentang
lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal 5 Juni
setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup
Sedunia.Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat
kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di Indonesia perhatian
tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960-an. Tonggak pertama
sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar
tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang
diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 – 18 Mei 1972.Hasil
yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum
permasalahan lingkungan hidup di Indonesia.Dalam hal ini, perhatian terhadap
perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk
hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.
Pada saat itu,
pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan
secara khusus kecuali di kota-kota besar.Saat ini, masalah lingkungan hidup
tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya
evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah
industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai
pendorong kemajuan pembangunan di berbagai bidang.
Pada Pelita V, berbagai
upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat
sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran
lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi Bapedal
sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga
bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk
memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.
Berdasarkan Strategi
Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses
pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku,
proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato
Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung kebijaksanaan
ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri Bahan
Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di
Indonesia.Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Disamping itu, untuk
mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran
sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali
Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di
13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup ini, ternyata juga
menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di berbagai kota dan
sektor pembangunan.
Dari uraian tersebut
diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran
lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan
upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang
luhur dalam tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian
lingkungan hidupnya.
Walaupun telah
ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, PP No. 19 tahun 1994 dan Keppres No
.7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan, jika tidak ada
kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup maka
berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman,
karena kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.
C. Pengenalan Efek
Rumah Kaca
Efek rumah kaca,
pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses
di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit
beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah
kaca.
Efek rumah kaca dapat
digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi
secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat
aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan ini diterima
oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada
beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari
tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi, 10 energi radiasi matahari itu
diserap oleh berbagai gas yang ada di atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan
permukaan bumi, 42% membuat bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya
0,023% dimanfaatkan tanaman untuk perfotosintesis.
Malam hari permukaan
bumi memantulkan energi dari matahari yang tidak diubah menjadi bentuk energi
lain seperti diubah menjadi karbohidrat oleh tanaman dalam bentuk radiasi
inframerah. Tetapi tidak semua radiasi panas inframerah dari permukaan bumi
tertahan oleh gas-gas yang ada di atmosfer.Gas-gas yang ada di atmosfer
menyerap energi panas pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih
kecil – hal yang sama juga terjadi di dalam rumah kaca. Radiasi sinar matahari
menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca.Pantulan dari benda dan permukaan
di dalam rumah kaca adalah berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang
mengakibatkan udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar
dingin. Efek memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau ”green
house effect”. Gas-gas yang berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas
rumah kaca atau ”green house gases”
A. Pengaruh Rumah Kaca
Pengaruh rumah kaca
terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya meningkat dengan
radiasi solar.Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-macam panjang
gelombang, kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi terletak pada
kisaran sinar tampak.Hal ini disebabkan ozon yang terdapat secara normal di
atmosfer bagian atas, menyaring sebagian besar sinar ultraviolet.Uap air
atmosfer dan gas metana dari pembusukan – mengabsorpsikan sebagian besar
inframerah yang dapat dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira
sepertiga dari sinar yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke
atmosfer.
Sebagian besar sisanya
akan diabsorpsikan oleh benda-benda lainnya. Sinar yang diabsorpsikan tersebut
akan diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah dengan gelombang
panjang atau panas jika bumi menjadi dingin. Sinar dengan panjang gelombang
lebih tinggi tersebut akan diabsorpsikan oleh karbon dioksida atmosfer dan
membebaskan panas sehingga suhu atmosfer akan meningkat. Karbon dioksida
berfungsi sebagai filter satu arah, tetapi menghambat sinar dengan panjang
gelombang lebih untuk melaluinya dari arah yang berlawanan. Aktivitas filter
dari karbon dioksida mengakibatkan suhu atmosfer dan bumi akan meningkat.
Keadaan inilah yang disebut pengaruh rumah kaca.
Pengaruh karbon
dioksida yang dihasilkan dari pencemaran udara berbentuk gas yang salah satunya
adalah dari rumah kaca.Karbon dioksida mempunyai sifat menyerap sinar (panas)
matahari yaitu sinar inframerah – sehingga temperatur udara menjadi lebih
tinggi karenanya. Apabila kadar yang lebih ini merata di seluruh permukaan
bumi, temperatur udara rata-rata di seluruh permukaan bumi akan sedikit naik,
dan ini dapat mengakibatkan meleburnya es dan salju di kutub dan di
puncak-puncak pegunungan, sehingga permukaan air laut naik.
B. Mekanisme Terjadinya
Proses terjadinya efek
rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas matahari. Kurang lebih 30%
radiasi matahari yang mencapai tanah dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap
oleh uap, gas karbon dioksida, nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di
atmosfer.Sisanya yang 70% diserap oleh tanah, laut, dan awan.Pada malam hari
tanah dan badan air itu relatif lebih hangat daripada udara di atasnya.Energi
yang terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi inframerah,
gelombang panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi inframerah
ini akan tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di atmosfer. Hanya sebagian
kecil akan lepas ke angkasa luar. Akibat keseluruhannya adalah bahwa permukaan
bumi dihangatkan oleh adanya molekul uap air, karbon dioksida, dan
semacamnya.Efek penghangatan ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Sedangkan proses secara
singkatnya yaitu ketika sinar radiasi matahari menembus kaca sebagai gelombang
pendek sehingga panasnya diserapa oleh bumi dan tanaman yang ada di dalam rumah
kaca tersebut. Untuk selanjutnya, panas tersebut di radiasikan kembali namun
dengan panjang gelombang yang panjang(panjang geklombang berbanding dengan
energi) sehingga sinar radiasi tersebut tidak dapat menembus kaca. Akibatnya,
suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang di luar
rumah kaca.
C. Dampak Rumah Kaca
Meningkatnya suhu
permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di
bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer.Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah
kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga
akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan
terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara Kepulauan akan
mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perkiraan, efek
rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan
peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang
panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan
mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Efek rumah kaca
disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini
disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan
bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut
untuk mengabsorpsinya. Energi yang masuk ke bumi mengalami: 25% dipantulkan
oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diabsorpsi
permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diabsorpsi
dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan
bumi.Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan
dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan
bumi.Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah
kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2,
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2),
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa
senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon
(CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah
kaca.
D. Usaha Mengurangi
Efek Rumah Kaca
Banyak hal gampang yang
bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan
global.Caranya, kita bisa mematikan lampu dan peralatan elektronik saat tidak
digunakan. Selain hemat energi dan uang untuk bayar listrik, juga mengurangi
polusi karena penggunaan bahan bakar. Rajin-rajin memanggil tukang servis AC.
Carpooling atau berangkat bareng teman atau keluarga ke sekolah, tempat les,
atau mal.Selain mengurangi kemacetan, kita juga menghemat energi.Saat mencetak
tugas, usahakan memakai dua sisi kertas.Plastik adalah bahan yang sulit untuk
diuraikan. Kalau dibakar, plastik akan menjadi zat racun atau polusi. Pemakaian
kantong plastik saat belanja harus dikurangi.Seluruh plastik itu hanya menjadi
sampah. Coba deh pakai tas karton atau tas kanvas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapunyang menjadi
kesimpulan dari tulisan diatas,Sebagaiberikut:
Pembangunan yang
mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan
ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
Pencemaran lingkungan
akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam
kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
Adanya pengertian dan
persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan
hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk
lebih mementingkan lingkungan hidup.
Kemauan untuk saling
menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang
luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga
dunia.
B. Saran
Limbah industri harus
ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya
terdapat industri.Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan
sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan
pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat
pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus
melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau
paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di
samping itu perlu dilakukan penelitian.